Home »
Cinta 'n' Galau
» Untukmu Wahai Penitip Sejengkal Hati
Untukmu Wahai Penitip Sejengkal Hati
Sabtu, 21 April 2012 | 0 komentar
Apa kabar hatimu kini? Setelah sekian lama tak bersua dalam gerimis hujan yang menebarkan aroma kabut. Setelah sekian lama tak bertemu dalam hangatnya secangkir cappucino dan sepotong muffin.
Apa kabarmu, wahai Sang Penitip Sejengkal Hati?
Masihkah ada sebagian hatimu yang engkau simpan untukku, meskipun itu tersembunyi di palung hatimu yang paling dalam? Ingatkah engkau akan kata-katamu ketika itu? Ketika kaukatakan hendak menitipkan sedikit saja hati sebagai sekeping mozaik untuk bisa melengkapi hari-hariku. Aku terima kala itu. Kujaga sejengkal hatimu dengan sepenuh jiwaku. Kusimpan rapat di dalam lubuk hatiku yang paling dalam. Aku menjaga dan merawatnya dengan penuh kasih sayang biar senantiasa tumbuh mekar di dalam hatiku.
Namun, Kekasih
Malam tadi aku bermimpi buruk. Datang seorang dengan wajah menyeramkan. Tak buruk tapi sorot matanya tajam membuatku mengerut dalam ketakutan.
Aku bertanya, “Siapa engkau?”
Dia menjawab, “Aku si malaikat penjaga hati Ilham.”
Ya, Ilham, Kekasihku. Dia datang, Dia datang hendak merenggut sejengkal hatimu yang telanjur engkau titipkan padaku. Katanya, hatiku tak cukup besar untuk menyimpan mozaik cintamu, dan di sana ada tempat yang lebih lapang untuk menyimpan kepingan hatimu itu.
Aku menolaknya, Sayang. Namun apa daya, direnggutnya hatimu yang kusimpan rapat-rapat dalam relung hatiku.
Disobeknya hatiku dengan jemarinya yang berkuku tajam, juga dengan tatapan matanya yang terasa sembilu. Ngilu, Sayang. Aku tak kuasa untuk menolaknya. Ia merenggut hatimu, membawanya pergi dari hatiku, meninggalkan luka menganga dan berdarah-darah. Mengoyak, meruam, aduh sakit sekali, Sayang.
Perih kurasakan. Lihatlah hatiku yang kini terkoyak. Rusak tak lagi berbentuk. Mungkin tak ada yang bisa menyembuhkannya sedangkan engkau tak kunjung datang untuk menenangkanku, meredam luka hatiku, menentramkan gelisah jiwaku.
Aku berlari, Ilham. Berlari sekuat tenagaku untuk meraih kembali kepingan hatimu yang ia bawa pergi. Aku terengah, terseok, lalu habis sudah daya. Ia menghilang membawa sejengkal hatimu. Tak hendak ia kembali meskipun aku menangis darah.
Lalu, bertemulah aku dengan sosok yang baik hati itu. Ia menatapku dengan penuh cinta. Sejuk kurasa di kalbu, Ilham.
Aku pun bertanya, “Siapa kau?”
Ia menjawab, “Akulah malaikat penjaga hatimu. Pengobat laramu dan penghibur hatimu di kala sedang resah dan gulana.”
Aku pun tersadar, Ilham. Tak seharusnya aku menyimpan jengkal hatimu pada hatiku sedang hatimu telah dijaga oleh malaikat penjaga hatimu. Tak seharusnya aku mendamba cintamu, sedangkan ada malaikat lain pula yang menjaga hatiku. Kenapa tak kusadari ini dulu, ketika semuanya belum telanjur jadi luka begini? Ilham, Sayangku, Sang Penitip Sejengkal Hati
Kukembalikan lagi hati yang telah engkau titipkan padaku. Biarlah malaikat penjaga hatimu yang akan menemani hari-harimu, di kala senang dan di kala susah. Aku pun akan menjalani hari-hari bersama malaikat penjaga hatiku. Bukankah ini yang terbaik untuk kita?
Sayang,
Terimakasih untuk semua kebersamaan yang kita lalu. Meski hanya menghasilkan perih, setidaknya aku pernah mengenal cinta darimu, dari kabut yang kita nikmati, dari secangkir cappucino yang menemani kita. Setidaknya, meskipun kini kita tak lagi bersama, kita tahu bahwa kita pernah saling cinta. Sudah cukup bagiku untuk sekadar mengingatmu dalam kenangan. Terimakasih atas sejengkal hati yang pernah ada. Namun, kita memang hanya kepingan mozaik yang rapuh, takkan kita berdiri dalam sebuah ikatan kokoh.
Oh, ya, salamku untuk malaikat penjaga hatimu. Semoga kita akan bisa bahagia bersama malaikat penjaga kita.
Dialah yang memang layak untuk kita taburi cinta.
Senja hari dalam balutan kabut,
Artikel Terkait
Jika anda suka artikel ini click here, atau berlangganan untuk menerima artikel gratis via email.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar